Keselamatan
Mata Tombak Cita-cita
Azan berkumandang dan ayam mulai
berkokok menjadi tanda terbitnya sang fajar. Seperti biasa Gimin Suprafit menunaikan solat subuh di
masjid, menyelsaikan pekerjaan rumah, dan kemudian mempersiapkan diri berangkat
ke SMA N 1 Putri Hijau untuk mengajar. Tepat pukul 07.00 WIB beliau sampai di
SMA N 1 Putri Hijau dengan mengendarai motor tua astra kesayangannya.
Dengan penuh semangat, beliau berdiri
di depan gerbang sekolah memeriksa kedisiplinan siswa siswinya. Beragam
pelanggaran dilakukan oleh siswa siswi SMA N 1 Putri Hijau. Mayoritas
pelanggarannya adalah berpakaian tidak sesuai dengan aturan. Ada yang bajunya
dikeluarkan, tidak memakai dasi dan ikat pinggang, atau kaos kaki dan sepatu
warna warni. Selain itu banyak siswa siswi yang mengendarai motor tanpa helm
dan motor berkenalpot resing. Tentu saja ini juga termasuk pelanggaran dan poin
minus bagi pelanggarnya.
Di Putri Hijau
saat ini marak terjadi kecelakaan lalu lintas. Dalam waktu sebulan ini, ada 15
peristiwa yang menewaskan 8 pengguna jalan. 12 peristiwa melibatkan 29
pengendara roda dua, dan 18 diantaranya masih berstatus pelajar SMA. Penyebab
utama terjadinya kecelakaan adalah keteledoran pengemudi yang ugal-ugalan dalam
berkendara. Karna itulah pihak kepolisian bekerja sama dengan pihak
sekolah mewajibkan penggunaan helm bagi
siswa siswinya dan memasukkannya dalam salah satu aturan sekolah.
“Lorenzo kamu sayang nyawa kan? Mulai besuk pakailah helm mu di
kepala, jangan kamu sangkutin di jok depanmu,”
Pesan Pak Gimin kepada Lorenzo, salah satu siswa kelas 12 yang
meletakkan helm dibawah jok motornya.
“Iya Pak. Besuk-besuk lagi gak akan Ezo taruh di Jok depan tapi
di jok belakang.hehehe,” Jawab Ezo dengan nada mengejek.
“Kamu kalo dinasehati orang tua meremehkan, hati-hati nanti
kuwalat,” nasehat Pak Gimin dengan nada mengancam.
“Ampun Pak. Ezo cuma bercanda,” Ezo kemudian pergi menuju
parkiran.
Ketika Pak Gimin sedang serius memeriksa kedisiplinan
siswa, dari jauh terlihat dua motor berkecepatan tinggi dan menerobos gerbang
tanpa permisi. “ stop!” Pak Gimin dengan segera menghentikan motor tersebut dan
kedua motor tersebut berhenti.
“Aztofirullahalazim, ternyata Laksana Tiger Wibawa dan Sutrisno
Honda. Kalian tau gak?” tegur Pak Gimin dengan nada tinggi.
“ Enggak tau Pak, hehe” jawab Laksana dan Sutrisno serempak
dengan nada mengejek.
“Kalian ini salah malah
cengengesan. Kalian tau gakkarena kecerobohan kalian, nyawa orang lain jadi
undian.” Pak Gimin menasehati dengan nada tegas.
“Undian berhadiah apa
pak? Mobil Jaz apa motor CB 150 R? haha” Sutrisno menanggapi nasehat Pak Gimin
dengan gurauan yang meremehkan.
“Undian kematian. Jangan
diulangi lagi, apabila kalian masih ugal-ugalan bapak akan beri kalian sanksi
yang tegas,” Kemudian Pak Gimin kembali ke gerbang melanjutkan tugasnya
menertibkan siswanya. Nasehat Pak Gimin masuk lewat kuping kanan dan keluar
kuping kiri, seperti angin lewat saja.
”Pak Gimin itu kenapa terlalu rajin nongkrong di gerbang? Masa
muda itu masa yang perlu dinikmati. Terlalu banyak aturan, gak asik Pak Gimin
tu, orang tua kita aja gak secerewet Bapak itu” keluh Laksana.
Tidak hanya
bekerja sama dengan pihak sekolah dalam menegakkan tata tertib memakai helm,
pihak kepolisian juga melaksanakan sosialisasi setelah upacara bendera. Dipagi
yang cerah Pak Imam, seorang polisi yang ditugaskan menyosialisakan memberikan
nasehat singkat kepada seluruh peserta upacara.
“Remaja menuju dewasa
yang berbahagia, kami faham dimasa kalian saat ini adalah masa dimana kalian
ingin menunjukan bahwa kalian hebat. Dan masa labil melampiaskan amarah dengan
ugal-ugalan di jalan umum. Atau karna kalian rajin belajar hingga larut malam dan
bangun kesiangan ngebut naik motor, sampai lupa bagaimana cara berhenti. Namun
taukah kalian bahwa nyawa orang lain berada di tangan kalian juga?”
“Tidak Pak. Nyawa kita kan ditangan Tuhan,” cloteh seorang siswa
peserta upacara.
“Dengarkan dulu penjelasan bapak. Iya Bapak tau bahwa nyawa
manusia itu ditangan Tuhan namun Kita sebagai manusia sepatutnya harus
berikhtiar. Coba bayangkan, akibat kelalaian dan keteledoran kalian ketika
berkendara ada nyawa melayang. Seorang tulang punggung keluarga, ibu yang mengasuh
anak-anaknya, atau anak yang menjadi kebanggaan orang tuanya. Sangat
disayangkan kan?” Pak satlantas menasehati panjang lebar dengan gaya bahasa
yang menyentuh nurani.
“iya pak,” jawab peserta upacara secara serempak.
“Selain itu kecelakaan
sangat merugikan diri kita sendiri. Jatuh di jalan tak seenak jatuh di kasur”
nasihat diselingi dengan candaan yang membuat peserta upacara tertawa.
“Wajah kalian yang tampan, cantik, dan menawan kalau nyium aspal
akan hilang loo, nanti pacar kalian hilang gimana?”Tanya pak polisi dengan
berccanda.
“ Gampang. Kita cari yang
baru pak” cletuk salah seorang siswa.
“Ya kalau ada yang mau?
Kalau gigi kita copot 2 bagian depan? Masih ada yang mau? Hahaha. Badan kalian
lecet dan memar, ketika mandi akan terasa perih. Mandi minta bantuan orang tua.
Kembali jadi anak-anak dong? Sebatas luka luar masih mending. Bagaimana jika
akibatnya lebih parah lagi? Akibat kecelakaan kalian cacat permanen? Atau harus
ada bagian tubuh yang diamputasi? Jaga baik-baik karunia Tuhan, jangan
sia-siakan di jalan. Manfaatkan apa yang dikaruniakan Tuhan dan asah potensi
yang ada. Itu akibat masih mending, Bagaimana kalau nyawa kita melayang? Udah
siap menghadap Tuhan? Masih banyak dosa loo, Udah siap ninggali orang tua?
Belum balas budi loh. Udah siap ninggali
teman-teman? Masih banyak utang lo. Hahaha.” Anak-anak dengan serius
mendengarkan sosialisasi dari Pak Imam. Nasihatnya membuat peserta upaca
merinding mendenger akibat nyata dan fatal dari kecelakaan lalu lintas.
”Maka dari itu, mari kita berkendara sepeda motor di jalan raya
dengan tertib menggenakan helm dan mentaati lalu lintas yang ada. Kendarai
motor dengan tenang dan aman sehingga selamat dan menyelamatkan nyawa orang
lain.” Nasehat terakhir dan kemudian nasihat ditutup dengan salam. Semua anak
terlihat merenungkan kebenaran atas apa yang dikatakan oleh Satlantas.
“satria, bapak tu ngomong
aja, Sok bijaksana, kaya gak pernah muda aja. Gak balapan kan gak keren kaya
siput. Hahaha” ujar Laksana pada Satria.
“Ia, benar katamu Lak. Masa muda saatnya berekspresi, takdir
mati ya mati. Kalo enggak pasti ya selamat to” Jawab Satria.
Pak Gimin memperhatikan siswa
siswinya. Ada yang terlihat berbeda dari tingkah laku Satria Honda. Dia dulu
merupakan seorang siswa teladan yang pandai dan sopan. Kini semenjak bergaul
bersama Laksana Wijaya tingkahlakunya berubah dan selalu membuat masalah. Atas
dasar ketergerakan hati dan pengabdiannya sebagai seorang guru atau orang tua
kedua di Sekolah, Pak Gimin mencari tau secara langsung. Pak Gimin mendapat
fakta bahwa Ayah Satria baru saja wafat tiga bulan yang lalu dan kini Satria
menjadi tulang punggung keluarga. Sungguh malang nasib Satria, diusianya yang
masih tujuh belas tahun seharusnya ia menikmati masa remajanya yang indah.
Bukan malah menjadi tulang punggung, membiyayai kedua adiknya yang masih SD dan
SMP serta merawat ibunya yang sakit.
Setelah pulang sekolah hingga larut
malam, Satria bekerja dibengkel keluarga Laksana sebagai montir. Dan semenjak
itulah, Ia bersahabat dekat dengan Laksan a.
Meskipun Laksana seorang pembalap motor jalanan yang urakan, tapi Ia merupakan
sahabat yang baik. Laksana membantu Satria membiyayai sekolah adik-adiknya dan
pengobatan ibunya. Maka dari itulah Satria berteman dekat dan sering balap liar
bersama Laksana. Laksana ternyata memiliki latar belakang keluarga yang broken
home, ayah dan ibunya bercerai ketika Ia duduk di bangku kelas 3 SMP. Kedua
orang tuanya sibuk bekerja, dan Ia hanya diberi materi yang berlimpah tanpa
kasih sayang.
“Kini aku tau apa yang terjadi pada
anak didikku. Pada dasarnya mereka adalah anak yang baik, mereka punya potensi,
hanya saja terkadang Tuhan menguji mereka dengan keadaan yang rumit. Semoga
saja mereka mampu menjalani dan melewati. Sehingga mereka meraih kesuksesan dan
memiliki masa depan cerah.” Bisik pak Gimin dalam hatinya.
Suatu hari Satria dan Laksana
dipanggil ke kantor. Disana mereka dinasehati dan diberi motifasi oleh Pak
Gimin. Namun nasehat tinggalah angin berlalu yang menghilang. Keesokan harinya ketika
berangkat sekolah, mereka kembali mengadakan balap liar di Jalan umum.
“Woi sat, dari simpang ini kalo kamu sampai dulan di gerbang
sekolah kukasih uang 500 ribu. Mau ngak?” Tantang Laksana pada Satria.
“Oke. Aku trima tantangamu. Satu…dua…tiga…ngueng” Satria
menerima tantangan Laksana. Mereka pun melaju dengan kecepatan tinggi.
Pak Gimin tidak sengaja dari pertigaan melihat
mereka mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Tanpa mereka sadari dari
tikungan arah berlawanan ada truk ugal-ugalan melaju dengan kencang. Pak Gimin
yang tepat berada di pertigaan tikungan dengan sigap melaju sehingga menghadang
truk dengan motor tuanya. Tentu saja truk berhasil banting stir, sehingga
kecelakaan yang hampir terjadi antara truk dan Satria mampu di hindarkan. Namun
sayangnya, bagian belakang motor Pak Gimin tersenggol badan truk dan Pak gimin
terjatuh membentur batu. Dengan segera Satria menghampiri Pak Gimin.
“Pak, bangun Pak, pak bangun!” Satria menggolek-golekkan tubuh
Pak Gimin, berharap beliau dapat siuman.
Pak Gimin tak sadarkan diri dan
dilarikan ke rumah sakit. Pak Gimin dalam keadaan koma, akan tetapi tiada satu
keluargapun yang mampu dihubungi. Satria dan Laksana menunggu diluar ruangan
dengan perasaan cemas dan bersalah. Setelah 12 jam masa kritis berlalu dan Pak
Gimin sadarkan diri. Pada saat itulah Satria minta maaf dan mengucapkan
trimakasih pada pak Gimin.
“Pak, maafkan Satria. Karna Satria bapak terbaring sakit seperti
ini,” ucap Satria dengan wajah pucat.
“Ia, sama-sama Satria. Bapak beruntung masih diberi kesempatan
Tuhan untuk berbicara dihadapan kalian. 10 Tahun yang lalu, usia bapak masih
muda bapak mengendarai motor bersama istri dan putra bapak menyusuri jalan di
tepi Pantai Indah. Anak bapak yang masih
kecil ingin menjadi pembalap dunia seperti Lorenzo. Bapak mendukung penuh
cita-cita putra kecil bapak. Pasti serang ayah akan bangga punya anak ganteng pembalap motor Gp
kan?hahaha. Namun musnah harapan bapak, karena pengendara motor teledor yang
ugal-ugalan, kami mengalami kecelakaan. Istri dan putra bapak tewas. Karena
itulah Bapak memutuskan untuk hidup sebatang kara. Karna bapak merasa bersalah
tidak mampu menjaga amanah Tuhan dengan baik. Mungkin jika putra bapak masih
ada, lebih tampan dari kalian.hahaha..huk...huk” Tiba-tiba Pak Gimin tersedak
dan batuk-batuk.
“Kenapa pak? Ada yangsakit? Ceritanya nanti saja kalo Bapak udah
bener-bener sembuh ya”,tanya Laksana dengan ekspresi panik.
“Tidak apa-apa, pasti bapak sembuh. Laksana kamu punya bakat
menjadi pembalap dunia yang hebat. Jangan kandaskan bakat dan masa depanmu
hanya karna ugal-ugalan di jalan. Satria, bapak tau kerja kerasmu, bapak yakin
kamu akan jadi orang sukses. Kamu kan punya bakat bidang mesin, coba tahun
depan kamu masuk jurusan teknik mesin, bapak sudah menyiapkan biyaya kuliah
untukmu. Jangan sia-siakan kepercayaan ibu dan adik-adikmu.” Pesan Pak Gimin mengakhiri percakapan di senja ini.
Pada malam hari Pak Gimin meninggal
dunia diusia 44 tahun karena pecahnya pembuluh darah di otak bagian belakang.
Namun jasa beliau akan selalu menjadi kenangan indah yang tak terlupakan bagi
siswa-siswanya. Seorang Guru yang mendidik bukan hanya dalam bidang mata
pelajaran, namun seorang guru yang perduli pada kepribadian dan kelangsungan
masa depan siswa-siswanya. Duka mendalam dialami seluruh warga sekolah dan
orang-orang yang mengenal Pak Gimin. Peristiwa ini kemudian menjadi titik
perubahan Satria dan Laksana. Setelah itu mereka berubah menjadi pribadi yang
lebih baik. Setahun kemudian Satria dan Laksana lulus bangku SMA, dan mereka
berencana melanjutkan studi mereka.
“Sat, kamu mau lanjut dimana? Tanya Laksan pada Satria.
“Aku mau cari universitas negri yang biyayanya lebih murah.
Asalkan ada tekhnik mesinnya” Jawab Satria.
“Kamu yakin masuk tekhnik mesin?” Tanya Laksana meyakinkan
Satria.
“Iya, aku yakin. Sesuai dengan pesan terakhir almarhum pak
Gimin. Lagi pula aku juga suka mesin. Cuma mesinlah yang aku tau. Kamu mau
kemana?” Satria balik bertanya pada Laksana.
“Aku akan ke Spanyol. Disana ada sekolah balap internasional.
Aku ingin menjadi pembalap hebat, dan menjadi legenda di negri kita.” Jawab
Laksana dengan mantap.
“Iya sobat. Mari kita gapai cita-cita kita. Selama kita berusaha
yang terbaik, Aku yakin Tuhan selalu bersama kita.See you on top (selamat
bertemu di puncak kesuksesan).”Satria dengan penuh semangat mengucapkan kata
terakhir disaat pertemuan trakhir mereka.
Lima belas tahun kemudian, Laksana
Tiger Wibawa menjadi pembalap nasional pertama yang berhasil mewakili Indonesia
dalam balap dunia MotoGp. Dan Astra Wijaya menjadi pemimpin sekaligus pemilik
dari perusahaan besar, yang bergerak dibidang otomotif dan cabangnya telah
tersebar di seluruh nusantara. Perusahaannyapun mampu menyerap 5000 pegawai.
Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya mereka dipertemukan disuatu even.
Perusahaan Satria menjadi salah satu sponsor motor balap Laksana. Betapa
bahagianya mereka, mampu bertemu di puncak kesuksesan seperti yang mereka
janjikan dulu. Mari kita mulai menyelamatkan cita-cita kita dengan cara sederhana.
Menjaga karunia Tuhan pada diri kita dan berusaha sebaik-baiknya.. Keselamatan
adalah yang utama.